Hari ini aku memasak Kerapu Bakar Madu lengkap dengan sambal terasi, lalap juga pete rebus tentunya. Sebagai tambahan aku juga menyiapkan sayur asem ebi (favorit keluargaku) dan karedok.
Sebenarnya, aku sedang ga enak badan sih Pembaca. Hasil tes darahku kemarin menunjukkan bahwa penyakit autoimunku kembali aktif. Diawali dari gejala kecil seperti munculnya sariawan (tapi aku cuekin), trus demam selama semingguan ini yang naik dan turun hingga persendian yang rasanya ngilu – ngilu semua L Sebagai antisipasi, akhirnya kortikosteroid, obat dewa yang selama ini kukonsumsi dinaikkan dosisnya dari semula 1 mg/hari menjadi 8 mg/hari. Itu obat rasanya pahiiiiiiiit banget ! Tapi semoga aja dengan dosis yang baru cukup ampuh menidurkan kembali si imun yang lagi ’nakal’. Amiin...
Flare atau relapse, adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan kondisi kekambuhan penyakit. Saat flare seperti ini semestinya aku bedrest TOTAL, lebih taat minum obat, disiplin mengatur jadwal tidur juga makan. Taat minum obat, oke aku laksanakan. Disiplin mengatur jadwal tidur juga makan, oke aku usahakan. Tapi, untuk bedrest TOTAL ? hmmm......boleh gak aku tawar ? hehehe....
Sumpah deh, kalo suruh diem & anteng, aku ga betah !!!! ini badan tambah berasa ngilu semua L
Akhirnya aku nego ke hubby (awalnya hubby melarang). Aku ajukan permintaan untuk tetap diijinkan masak. Setelah dirayu – rayu dengan 1001 jurus merayu, Alhamdulillah dibolehin. HOREEE !!!
Hubby kasih ijin aku ke dapur dengan syarat, wajib dibantu si Mbak yang baru. Okeeee, aku bersedia J
Sebetulnya, apa sih yang membuat hubbyku luluh kasih aku ijin ?
Hehehe....karena hubbyku perhatikan belakangan ini, semenjak aku turun lagi ke dapur, aku terlihat lebih gembira. Nah, efek gembira ini yang kami cari, semoga saja bisa membantu mempercepat menidurkan kembali autoimunku.
Iya Pembaca......
Semenjak aku kembali punya kesibukan di dapur, aku seperti menemukan kembali hidupku dan diriku yang sempat hilang beberapa saat lamanya. *ceileh*
Di dapur, aku bebas bereksplorasi meramu bahan – bahan masakan. Aku bebas menentukan ini dan itu sesuka hati. Aku betul – betul menikmati saat aku meracik bumbu – bumbu. Aku betul – betul enjoy saat pisauku bersentuhan dengan tubuh si bawang dan kuiiris pelan ’kress!’.......puass deh rasanya J
Capek ?
Tentu saja......di tengah aktivitasku tersebut, tak jarang tiba – tiba aku merasakan tubuhku ngilu pertanda aku lelah!
Tapi kubiarkan saja.....
Tubuh ini ga boleh terlalu dimanja. Toh aku tahu batas kemampuanku kok. Kalo aku sudah benar – benar ga kuat, aku pasti akan berhenti J SWEAR !! *halah yang bener ???*
Tapi Pembaca tahu ?
Capek yang kurasa terbayar lunas saat kumulai menyajikan hidangan di atas meja makan kemudian satu persatu anggota keluarga tampak mulai mencicipinya. Tanpa mereka perlu berkata, aku bisa membaca dari bahasa tubuh mereka bahwa mereka menikmati masakanku!
Alhamdulillah.......itu saja sudah cukup buatku.
Apalagi, ditambah dengan kata – kata spontan yang terlontar berkata : Hmmm ENAK !
Oya, aku sudah pernah cerita belum ya ?
Aku punya seorang kakak istimewa, Kak Ariani namanya. Kukatakan istimewa, karena ia 3 tahun di atasku. Saat ini usianya 34 tahun. Namun, karena epilepsi yang dideritanya sejak ia balita, membuat kondisi mentalnya mengalami hambatan. Hingga kini ia seperti seorang anak berusia 5 atau 6 tahun.
Jika anggota keluargaku yang lain (Mama dan Suamiku terutama) bisa membohongiku, seperti ketika masakan yang kumasak sebenarnya ga enak, tetapi mereka menunjukkan sikap seolah – olah masakanku itu lezaaat banget, naah tidak demikian bagi Kak Ariani.
Kak Ariani (seperti halnya Papaku) selalu jujur, apa adanya.
Kalo masakanku ga enak, ia pasti akan ’rewel’ dan mogok makan.
Tapi, jangan dikata, jika masakanku lezat baginya........maka piring makannya akan kencang ia genggam, ga boleh satu orang pun menyentuhnya, seakan ia khawatir orang lain akan merebut makanannya itu...hehe..
Itulah, mengapa aku selalu berusaha membuat hasil masakanku enak menurut ukuran Kak Ariani & Papa, karena sejauh yang aku tahu sih, selera mereka cukup bisa mewakili selera umum kok *semoga aku enggak sotoy yaa*.
Aku sering secara sembunyi – sembunyi, memperhatikan reaksi wajah Papa & Kak Ariani saat mereka pertama kali mencicip hidanganku. Dag dig dug rasa hatiku menanti suapan sesendok masakanku tiba di dalam mulut dan terkecap lidah mereka.
Jika aku lihat Kak Ariani merebut piringnya dari Mamaku dan melahap habis makanannya tanpa sedikitpun rewel.
Atau.........
Jika, aku lihat reaksi Papa menyuap sesendok kedua, ketiga dan seterusnya dengan lahap, dengan mata terpejam dan kepala mengangguk – angguk.
LEGAA !!!
Itu adalah pertanda masakanku cocok bagi mereka. YIPPPPIEEEEE !!!!
Rontok seketika deh segala rasa lelah di tubuh berganti dengan rasa gembira ria !!! J
HOREEEEEE.....
Namun, ketika Kak Ariani menyuap sesendok pertama kemudian ia rewel....atau ketika Papa terlihat makan dengan cepat, tanpa ’tambah’ dan tanpa disertai ekspresi wajahnya yang seolah berkata bahwa masakanku enak........
Meski Mama dan Suamiku, tetap insist berkata bahwa masakanku enak (kuatir aku jadi ngambek kali ya kalo mereka bilang masakanku ga enak.....hehehe)
Itulah pertanda, masakanku gagal L
Awalnya dulu, aku sering mengalami hal ini. Gagal Masak !
Jika demikian, yang ada aku jadi penasaran, terus mencari dimana letak kesalahanku. Rasanya aku rela habiskan waktu di dapur seharian hingga aku berhasil meramu masakan yang cocok bagi lidah Papa, kak Ariani dan semuanya J
Tapi Alhamdulillah, perlahan aku mulai mempelajari selera mereka, sehingga sepertinya masakanku makin cocok dan disukai keluargaku. Hehehe....atau jangan – jangan mereka juga mulai terbiasa dengan rasa tidak enak masakanku kali ya ???? Atau mungkin juga karena terpaksa ga ada pilihan menu lainnya.... hihihihi.....
Yah, pokoknya......
Bagiku, kegiatan memasak amat sangat berarti. Bermanfaat bagi keduanya : fisik juga mentalku.
Secara fisik, aku melihat banyak kemajuan dari tubuhku. Memasak berarti juga banyak melibatkan aktivitas fisik yang otomatis memperkuat otot juga persendianku. Alhamdulillah, No more atrofi !! Horeeeeee J
Secara mental, aku sangat terbantu dari rasa gembira dan puas hati yang ditimbulkan setelahnya. Memasak buatku adalah wujud persembahan cintaku bagi keluarga.
Jika kita sering mendengar : ”Katakan dengan bunga” bagiku cukuplah : ’’Tunjukkan dengan masakan’’
Lalu bagaimana dengan Anda ?
Hehe.......